I. Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Kemiskinan
A. Ilmu Pengetahuan
1. Pengertian Ilmu Pengetahuan
Ilmu
Pengetahuan adalah suatu proses pemikiran dan analisis yang rasional,
sistimatik,
logik dan konsisten. Hasilnya dari ilmu pengetahuan dapat
dibuktikan dengan percobaan
yang transparan dan objektif. Ilmu pengetahuan mempunyai
spektrum analisis yang
luas, mencakup persoalan yang sifatnya supermakro, makro
dan mikro. Hal ini jelas
terlihat, misalnya pada ilmu-ilmu : fisika, kimia,
kedokteran, pertanian, rekayasa,
bioteknologi, dan sebagainya.
2. Empat Hal Sikap Yang Ilmiah
Sikap
ilmiah yang dimaksud adalah sikap yang seharusnya dimiliki oleh seorang
peneliti.
Untuk dapat melalui proses penelitian yang baik dan hasil yang baik pula,
peneliti harus memiliki sifat-sifat berikut ini :
1. Mampu
Membedakan Fakta dan Opini
Fakta adalah suatu kenyataan yang
disertai bukti-bukti ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,
sedangkan opini adalah pendapat pribadi dari seseorang yang tidak dapat
dibuktikan kebenarannya sehingga di dalam melakukan studi kepustakaan, seorang peneliti
hendaknya mampu membedakan antara fakta dan opini agar hasil penelitiannya
tepat dan akurat serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
2. Berani
dan Santun dalam Mengajukan Pertanyaan dan Argumentasi
Peneliti yang baik selalu
mengedepankan sifat rendah hati ketika berada dalam satu ruang dengan orang
lain. Begitu juga pada saat bertanya, berargumentasi, atau mempertahankan hasil
penelitiannya akan senantiasa menjunjung tinggi sopan santun dan menghindari perdebatan
secara emosi. Kepala tetap dingin, tetapi tetap berani mempertahankan kebenaran
yang diyakininya karena yakin bahwa pendapatnya sudah dilengkapi dengan fakta
yang jelas sumbernya.
3. Mengembangkan
Keingintahuan
Peneliti yang baik senantiasa haus
menuntut ilmu, ia selalu berusaha memperluas pengetahuan dan wawasannya, tidak
ingin ketinggalan informasi di segala bidang, dan selalu berusaha mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin hari semakin canggih dan modern.
4. Kepedulian
terhadap Lingkungan
Dalam melakukan penelitian,
peneliti yang baik senantiasa peduli terhadap lingkungannya dan selalu berusaha
agar penelitian yang dilakukannya membawa dampak yang positif bagi lingkungan
dan bukan sebaliknya.
B.
Teknologi
1. Pengertian Teknologi
Teknologi
adalah satu ciri yang mendefinisikan hakikat manusia yaitu bagian dari
sejarahnya meliputi keseluruhan sejarah. Teknologi, menurut Djoyohadikusumo
(1994, 222) berkaitan erat dengan sains (science) dan perekayasaan
(engineering).
Dengan kata lain, teknologi mengandung dua dimensi, yaitu
science dan engineering
yang saling berkaitan satu sama lainnya. Sains mengacu
pada pemahaman kita tentang
dunia nyata sekitar kita, artinya mengenai
ciri-ciri dasar pada dimensi ruang, tentang
materi dan energi dalam
interaksinya satu terhadap lainnya.
Makna
Teknologi, menurut Capra (2004, 106) seperti makna ‘sains’, telah mengalami
perubahan sepanjang sejarah. Teknologi, berasal dari literatur Yunani, yaitu
technologia,
yang diperoleh dari asal kata techne, bermakna wacana seni. Ketika
istilah itu pertama
kali digunakan dalam bahasa Inggris di abad ketujuh belas,
maknanya adalah pembahasan
sistematis atas ‘seni terapan’ atau pertukangan, dan
berangsur-angsur artinya merujuk
pada pertukangan itu sendiri. Pada abad ke-20,
maknanya diperluas untuk mencakup
tidak hanya alat-alat dan mesin-mesin, tetapi
juga metode dan teknik non-material.
Yang berarti suatu aplikasi sistematis
pada teknik maupun metode. Sekarang sebagian
besar definisi teknologi, lanjut
Capra (2004, 107) menekankan hubungannya dengan sains.
Ahli sosiologi Manuel
Castells seperti dikutip Capra (2004, 107) mendefinisikan
teknologi sebagai
‘kumpulan alat, aturan dan prosedur yang merupakan penerapan
pengetahuan ilmiah
terhadap suatu pekerjaan tertentu dalam cara yang memungkinkan
pengulangan.
2. Ciri-Ciri Fenomena Teknik Pada
Masyarakat
Fenomena
teknik pada masyarakat menurut Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri
sebagai
berikut :
-
Rasionalistas, artinya tindakan spontan
oleh teknik diubah menjadi tindakan
yang direncanakan dengan perhitungan
rasional.
-
Artifisialitas, artinya selalu membuat
sesuatu yang buatan tidak alamiah.
-
Otomatisme, artinya dalam hal metode,
organisasi dan rumusan dilaksanakan secara
otomatis. Demikian juga dengan
teknik mampu mengeliminasikan kegiatan non
teknis menjadi kegiatan teknis.
-
Teknik berkembang pada suatu kebudayaan.
-
Monisme, artinya semua teknik bersatu,
saling berinteraksi dan saling bergantung.
-
Universalisme, artinya teknik melampaui
batas-batas kebudayaan dan ediologi,
bahkan dapat menguasai kebudayaan.
-
Otonomi artinya teknik berkembang
menurut prinsip-prinsip sendiri.
3. Ciri-Ciri Teknologi Barat
Teknologi
barat memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
-
Serba intensif dalam segala hal, seperti
modal, organisasi, tenaga kerja dan
lain-lain, sehingga lebih akrab dengan kaum
elit daripada dengan buruh itu sendiri.
-
Dalam struktur sosial, teknologi barat
bersifat melestarikan sifat kebergantungan.
-
Kosmologi atau pandangan teknologi Barat
adalah: menganggap dirinya sebagai
pusat yang lain.
C.
Kemiskinan
1. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan
adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan
dasar
seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar,
ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan
masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan
komparatif,
sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif,
dan yang lainnya lagi
memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
2. Ciri-Ciri Manusia Yang Hidup Di
Bawah Garis Kemiskinan
Mereka yang hidup
dibawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
-
Tidak memiliki faktor-faktor produksi
sendiri seperti tanah, modal, ketrampilan.
-
Tidak memiliki kemungkinan untuk
memperoleh asset produksi dengan kekuatan
sendiri, seperti untuk memperoleh
tanah garapan atau modal usaha.
-
Tingkat pendidikan mereka rendah, bahkan
tidak sampai tamat SD.
-
Kebanyakan tinggal di desa sebagai
pekerja bebas.
-
Banyak yang hidup di kota berusia muda,
dan tidak mempunyai ketrampilan.
3. Fungsi Kemiskinan
Pertama
: adalah menyediakan tenaga kerja untuk pekerjaan kotor, tidak terhormat,
berat, berbahaya, tetapi di bayar murah.
Kedua
: kemiskinan adalah menambah atau memperpanjang nilai guna barang atau jasa.
Baju bekas yang sudah tidak terpakai dapat di jual ( atau dengan bangga di
katakan ”
di infakan ”) kepada orang-orang miskin.
Ketiga
: kemiskinan adalah mensubsidi berbagai kegiatan ekonomi yang menguntungkan
orang-orang kaya. Pegawai-pegawai kecil, karena di bayar murah, petani tidak
boleh
menaikan harga beras mereka untuk mensubsidi orang-orang kota.
Kempat
: kemiskinan adalah menyediakan lapangan kerja,bagaimana mungkin orang
miskin
memberikan lapangan kerja ? karena ada orang miskin lahirlah pekerjaan tukang
kredit ( barang atau uang ) aktivis-aktivis LSM ( yang menyalurkan dana dari
badan-badan internasional lewat para aktivis yang belum mendapatkan pekerjaan
kantor )
belakangan kita tahu bahwa tidak ada komunitas yang paling laku di
jual oleh negara
ketiga di pasaran internasional selain kemiskinan.
Kelima
: kemiskinan adalah memperteguh status sosial orang-orang kaya, perhatikan
jasa
orang miskin pada perilaku orang-orang kaya baru. Sopir yang menemaninya
memberikan label bos kepadanya. Nyonya-nyonya dapat menunjukan kekuasaannya
dengan memerintah inem-inem mengurus rumah tangganya.
II. Agama dan Masyarakat
A.
Fungsi
Agama
1. Fungsi Agama Dalam Masyarakat
Agama
menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata
keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah
yang
berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Fungsi
Agama dalam Masyarakat meliputi :
-
Sumber pedoman hidup.
-
Mengatur tata cara hubungan manusia
dengan Tuhannya ataupun manusia
dengan manusia.
-
Tuntunan tentang kebenaran atau
kesalahan.
-
Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan.
-
Pedoman untuk menanamkan keyakian.
-
Pedoman keberadaan.
-
Pengungkapan estetika (keindahan).
-
Pedoman untuk rekreasi dan hiburan.
-
Memberikan identitas pada manusia
sebagai umat suatu agama.
2. Dimensi Komitmen Agama
Dimensi-Dimensi
Komitmen Agama dibedakan berdasarkan cara beragamanya, meliputi :
-
Tradisional, yaitu cara beragama
berdasar tradisi. Cara ini mengikuti cara
beragamanya nenek moyang, leluhur
atau orang-orang dari angkatan sebelumnya.
Pada umumnya kuat dalam beragama,
sulit menerima hal-hal keagamaan yang baru
atau pembaharuan. Apalagi bertukar
agama, bahkan tidak ada minat. Dengan
demikian kurang dalam meningkatkan ilmu
amal keagamaanya.
-
Formal, yaitu cara beragama berdasarkan
formalitas yang berlaku di lingkungannya
atau masyarakatnya. Cara ini biasanya
mengikuti cara beragamanya orang
yang berkedudukan tinggi atau punya pengaruh.
Pada umumnya tidak kuat
dalam beragama. Mudah mengubah cara beragamanya jika
berpindah lingkungan
atau masyarakat yang berbeda dengan cara beragamnya. Mudah
bertukar agama
jika memasuki lingkungan atau masyarakat yang lain agamanya.
Mereka ada
minat meningkatkan ilmu dan amal keagamaannya akan tetapi hanya
mengenai
hal-hal yang mudah dan nampak dalam lingkungan masyarakatnya.
-
Rasional, yaitu cara beragama
berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk itu
mereka selalu berusaha
memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan
pengetahuan, ilmu dan
pengamalannya. Mereka bisa berasal dari orang yang
beragama secara tradisional
atau formal, bahkan orang tidak beragama sekalipun.
-
Metode Pendahulu, yaitu cara beragama
berdasarkan penggunaan akal dan hati
(perasaan) dibawah wahyu. Untuk itu mereka
selalu berusaha memahami dan
menghayati ajaran agamanya dengan ilmu, pengamalan
dan penyebaran (dakwah).
Mereka selalu mencari ilmu dulu kepada orang yang
dianggap ahlinya dalam ilmu
agama yang memegang teguh ajaran asli yang dibawa
oleh utusan dari
Sesembahannya semisal Nabi atau Rasul sebelum mereka
mengamalkan,
mendakwahkan dan bersabar (berpegang teguh) dengan itu semua.
B.
Pelembagaan
Agama
1. Tiga Tipe Kaitan Agama Dengan
Masyarakat
Agama
memiliki tiga ( 3 ) tipe hubungan dengan masyarakat diantaranya ( menurut
Elizabeth K. Nottingham )
a. Masyarakat
Pedalaman
Di dalam kehidupan masyarakat
pedalaman agama masih berdasarkan kepercayaan sehingga mereka mengadakan
berbagai upacara ritual karena mereka percaya dengan begitu mereka sudah
memiliki agama.
b. Masyarakat
Semi Industri
Di dalam masyarakat semi industri
sudah lebih maju dari masyarakat pedalaman sehingga di masyarakat semi indutri
sudah memegang agama sebagai kepecayaan dan sebagai pedoman dalam melakukan
segala hal seperti berdagang.
c. Masyarakat
Industri Sekunder ( Modern )
Di dalam masyarakat industri
sekunder sudah banyak muncul teknologi canggih sehingga lebih mudah menolong
kegiatan manusia, namun karena sudah banyak teknologi maka agama menjadi di “no
duakan” sehingga kurangnya kepercayaan terhadap agama.
2. Jelaskan Tentang Pelembagaan Agama
Pengertian
pelembagaan agama itu sendiri ialah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur
dan
bentuknya serta fungsi struktur agama. Dimensi ini mengidentifikasikan
pengaruh-pengaruh kepercayaan di dalam kehidupan sehari-hari.
Ada
3 tipe kaitan agama dengan masyarakat, diantaranya :
-
Masyarakat dan nilai-nilai sakral.
-
Masyarakat-masyarakat pra industri yang
sedang berkembang.
-
Masyarakat-masyarakat industri sekuler.
C. Agama,
Konflik dan Masyarakat
Faktor Pemicu Konflik
Poso
Dalam
laporan Pemda Poso tertanggal 7 Agustus 2001 dinyatakan antara lain bahwa
kerusuhan Poso diawali sebuah kasus kriminalitas biasa (perkelahian) antara
beberapa oknum pemuda. Namun dalam waktu singkat berkembang sedemikian rupa
menadi isu SARA, sehingga mengundang konflik massa yang tidak terkendali dan
mengakibatkan timbulnya kerusuhan. Berkembangnya masalah kriminalitas tersebut
menadi isu SARA tidak berjalan dengan sendirinya, tetapi telah dimananfaatkan
dan direkayasa sedemikian rupa menadi sebuah isu SARA oleh pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab dengan latar belakang kepentingan tertentu. Karena itu
persoalan yang memicu timbulnya kerusuhan bukanlah masalah SARA, tetapi masalah
kriminalitas yang dikemas dalam simbol-simbol SARA.
Dari
laporan jurnalistis, konflik Poso disebut sebagai tragedi tiga babak. Kerusuhan
pertama berlangsung tanggal 25-30 Desember 1998, yang kedua 15-21 April 2000,
sedangkan kerusuhan ketiga tanggal 23 Mei-10 Juni 2001. Rentetan peristiwa
kerusuhan Poso menurut paparan Sinansari Ecip dan Darwin Daru, konflik Poso
dimulai dari kerusuhan pertama pada tanggal 25 Desember 1998 (kebetulan Natal
dan bulan puasa) karena pertikaian dua pemuda yaang berbeda agama. Pertikaian
itu terus berlanjut hingga mengundang kelompok massa untuk melakukan aksi yang
anarkis.
Konflik
individual ini kemudian melibatkan kelompok pemuda agama (masing-masing
perwakilan dari korban dan pelaku yang berbeda agama) yang berlanjut ke
pembakaran toko dan rumah-rumah warga yang sebelumnya tidak terlibat.
Terjadinya
konflik dan perilaku kekerasan dalam masyarakat tergantung dari sumber potensi
konflik yang ada. Ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya konflik,
selain agama, yaitu ketidakadilan ekonomi, ketidakstabilan politik, serta
ketimpangan sosial. Untuk itulah, dibutuhkan pemahaman terlebih dahulu mengenai
kondisi masyarakat Poso yang menjadi poin terjadinya konflik.