Penjelasan
Hukum
Hukum itu bagi saya adalah sekumpulan peraturan yang
dibuat oleh pihak berwenang yang melarang suatu kegiatan aksi ataupun yang
bukan yang sifatnya sudah menggangu ketertiban, dan dilakukan suatu usaha
didalam hukum ini yaitu dikenai sanksi untuk memberikan ketraumaan agar tidak dilakukan
dikemudian hari, dan hukum sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar
masyarakat terhadap kriminalisasi.
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari
sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem
yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental,
khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan
wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum
Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi
hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan,
kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum
Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan
penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang
ada di wilayah Nusantara.
Didalam setiap hukum mempunyai sebuah
tantanan yang mengatur setiap bidangnya,Sistem hukum yang mengatur hak dan
kewajiban seperti yang akan kita bahas ini adalah hukum perdata .Hukum perdata
disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik.
Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta
kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan
pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan
(hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga
negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian,
kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang
bersifat perdata lainnya.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang
kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di
kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda)
berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama
Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri
disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa
penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari
empat bagian, yaitu:
• Buku
I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu
hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek
hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang,
kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak
keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya
telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974
tentang perkawinan.
• Buku
II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur
hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda,
antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda
meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan
kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda
berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak;
dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk
bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku
dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula
bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku
dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
• Buku
III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut
juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang
berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek
hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang
terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan
perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara
pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab
undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD
berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah
bagian khusus dari KUHPer.
• Buku
IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum
(khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum
perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika yang ada pada KUHP tetap
dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada
fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
Penjelasan
Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia merupakan keinginan
seseorang yang mengambil kepentingannya diri sendiri dan terdapat ketentuan UU.
No. 39/1999 Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian
yang secara melawan hak hukum, mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau
mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
Undang-Undang ini, dan tidak mendapat, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang
berlaku.
Hak-Hak Manusia pada umumnya lebih dikenal
dengan istilah “Hak Asasi” sebagai terjemahan dari basic right (Inggris)
dangrondrechten (Belanda), atau bisa juga disebut hak-hak fundamental (civil
right). Istilah hak-hak asasi secara monumental lahir sejak keberhasilan
Revolusi Prancis tahun 1789 dalam “Declaration des Droits de L’homme et du
Citoyen” (hak-hak asasi manusia dan warga negara prancis), dengan semboyan
Liberte, Egalite, fraternite.
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar
yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai
karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup,
kemerdekaan, perkembangan manusia dan masyarakat, yang tidak boleh diabaikan,
dirampas, atau diganggu oleh siapa pun (Tap MPR Nomor XVII/MPR/1999).
Istilah HAM berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman. Perkembangan zaman dalam arti perubahan peradaban manusia
dari masa ke masa. Pada mulanya dikenal dengan sebutan natural right (hak-hak
alam), yang berpedoman kepada teori hukum alam bahwa segala sesuatu berasal
dari alam
termasuk HAM. Istilah ini kemudian diganti
dengan the right of man, tetapi akhirnya tidak diterima, karena tidak mewakili
hak-hak wanita. Setelah PD II dan terbentuknya PBB, maka muncul istilah baru
yang lebih populer sekarang yaitu human right. Secara umum hak Asasi Manusia
dapat diartikan sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai Makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia.
Agar HAM dapat ditegakan dalam berbagai
kehidupan harus ada instrumen yang mengaturnya. Instrumen tersebut berisi
aturan-aturan bagaimana HAM itu ditegakkan dan mengikat seluruh warga negara.
Sebagai negara yang menjunjung tinggi HAM Indonesia telah memiliki
setidak-tidaknya empat instrumen HAM, yakni:
1. UUD
1945
2. Tap
MPR Nomor XVII/MPR/1998
3. Piagam
HAM Indonesia Tahun 1998
4. UU
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
JENIS
PELANGGARAN HAM
HAM merupakan hak asasi manusia yang dimiliki oleh
setiap umat manusia sejak lahir di dunia. Semua umat manusia terlahir dengan
hak yang sama. Maka dari itu, berikut merupakan beberapa Kasus Pelanggaran HAM
di Indonesia.
Contoh Kasus
Pelanggaran HAM di Indonesia :
Kasus Yang Sudah di Ajukan ke Sidang Pengadilan :
1. Peristiwa Tanjung Priok
Pelanggaran terjadi pada tahun 1984 dan memakan 74
korban. Peristiwa ini terjadi akibar serangan terhadap massa yang berunjuk
rasa.
2. Penculikan Aktifis 1998
Kasus yang terjadi pada tahun 1984-1998 ini
mengakibarkan 23 korban dan terjadinya peristiwa penghilangan secara paksa oleh
Militer terhadap para aktifis Pro-Demokrasi
3. Kasus 27 Juli
Terjadi pada tahun 1996 dan memakan 1.678 korba.
Peristiwa ini terjadi akibat Penyerbuan kantor PDI.
4. Penembakan Mahasiswa Trisakti
Kasus yang terjadi pada tahun 1998 ini mengakibatkan
31 korban. Peristiwa yang terjadi akibat Penembakan aparat terhadap mahasiswa
yang sedang berunjuk rasa.
5. Kerusuhan Timor-Timur Pasca Jajak Pendapat
Peristiwa yang terjadi tahun 1999 ini terjadi akibat
Agresi Militer dan memakan 97 Korban.
6. Peristiwa Abepura, Papua
Peristiwa ini memakan 63 korban dan terjadi pada tahun
2000 dan terjadi akibat penyisiran membabi buta terhadap pelaku yang diduga
menyerang Mapolsek Abepura.
Kasus Yang
Belum di Proses Secara Hukum :
1. Pembantaian Massal 1965
Peristiwa yang terjadi pada tahun 1965-1970 ini
memakan 1,5 jt korban. Peristiwa yang terjadi akibat korban sebagian besar
adalah anggota PKI atau ormas yang berafiliasidengan PKI, sebagian besar
dilakukan di luar proses hukum yang sah.
2. Kasus-kasus di Papua
Pada tahun 1966 memakan Ribuan korban jiwa. Peristiwa
yang terjadi ini akibat Operasi instensif yang dilakukan TNI untuk menghadapi
OPM. Sebagian lagi berkaitan dengan masalah penguasaan sumber daya alam
antaraperusahaan tambang internasional, aparat pemerintah menghadapi penduduk
lokal.
3. Kasus Timor-Timur Pasca Referendum
Peristiwa yang terjadi pada tahun 1974-1999 memakan
Ratusan Ribu korban jiwa. Peristiwa yang dimulai dari agresi militer TNI
(Operasi Seroja) terhadappemerintahan Fretelin yang sah di Timor-Timur. Sejak
saat itu Timor-Timur selalu menjadi daerah operasi militer rutin yangrawan
terhadap tindak kekerasan aparat RI.
4. Kasus-kasus di Aceh pra DOM
Terjadi pada tahun 1976-1989 memakan banyak Ribuan
korban. Peristiwa yang terjadi semenjak dideklarasikannya GAM Hasan Di Tiro,
Aceh selalumenjadi daerah operasi militer dengan intensitas kekrasan yang
tinggi.
5. Penembakan Misterius (Petrus)
Terjadi pada tahun 1982-19851. Memakan 678 Korban.
Peristiwa ini terjadi akibat sebagian besar tokoh criminal, residivis, atau
mantancriminal. Operasi ini bersifat illegal dan dilakukan tanpa
identitasinstitusi yang jelas
6. Kasus Marsinah
Terjadi pada tahun 1995 hanya memakan 1 korban jiwa
saja. Pelaku utamanya tidak tersentuh, sementara orang lain dijadikan kambing
hitam. Bukti keterlibatan militer dibidang perburuhan
7. Kasus dukun santet di Banyuwangi
Terjadi pada tahun 1998. Memakan Puluhan korban.
Peristiwa yang terjadi karena adanya pembantaian terhadap tokoh masyarakat yang
dianggap dan ditusuh dukun santet
8. Kasus Bulukumba
Peristiwa yang terjadi pada tahun 2003 memakan 2 tewas
dan puluhan luka-luka. Insiden ini terjadi karena keinginan PT. London Sumatera
untuk melakukan perluasan area perkebunan mereka, namun masyarakat menolak
upaya tersebut.
Cara
mengatasi Pelanggaran HAM
Cara mengatasi mengatasi pelanggaran yang
terjadi didalam hak asasi ini adalah dengan kelembagaan Pengadilan HAM yang
diatur dalam UU Nomor 26 tahun 2000. Pengadilan itu khusus diperuntukkan bagi
pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Ada dua jenis pelanggaran HAM berat
menurut undang-undang tersebut, yaitu genosida dan kejahatan terhadap
kemanusiaan.
1.
Genosoida
Genosida adalah kejahatan yang dilakukan
dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau
sebagian kelompok bangsa, kelompok ras, kelompok etnis, dan kelompok agama,
dengan cara:
• Membunuh
anggota kelompok
• Menciptakan
penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota kelompok
• Menciptakan
kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik,
baik sebagian maupun seluruhnya
• Memaksa
tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran didalam kelompok, atau
• Memindahkan
secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
2.
Kejahatan terhadap Manusia
Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah
perbuatan yang dilakukansebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistemik
yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap
penduduk sipil, berupa:
• Perbudakan
• Pemusnahan
• Pembunuhan
• Penyiksaan,dll.
Pengadilan HAM berkedudukan di setiap
daerah kabupaten/kota. Pengadilan HAM berwenang memeriksa dan memutuskan
perkara pelanggaran HAM berat. Proses penyelidikan kasus dilakukan oleh KOMNAS
HAM, sedangkan penyidikan perkara dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Pengadilan
HAM dipimpin oleh hakim ad hoc, yaitu hakim yang diangkat dari luar hakim
karier yang memenuhi persyaratan yang diatur undang-undang.
PENYELESAIAN
KASUS
Persoalan pelanggaran HAM merukan persoalan yang
sering terjadi kapan saja dan dimana saja. Setiap hari, minggu, dan setiap
bulan persoalan pelanggaran HAM terjadi dalam berbagai bentuk dan di berbagai
tempat yang menuntut partisipasi pemerintah untuk menyelesaikan persoalan
tersebut. Dalam hal ini yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah adalah
polisi dibidang penyidikan, jaksa dibidang penuntutan, dan hakim dalam hal
memberi keputusan. Ketiga penegak hukum tersebut disebut juga catur wangsa
dalam penegakan hukum di Indonesia.
Pelanggaran HAM yang terjadi setiap hari dikalangan
masyarakat bisa diselesaikan dengan berbagai cara, baik dengan cara
diselesaikan tanpa campur tangan pemerintah yang disebut juga dengan non
litigasi, maupun dengan cara melibatkan pemerintah atau yang disebut juga
dengan litigasi. Secara non litigasi bisa terjadi dengan cara rekonsiliasi,
negosiasi, musyawarah dan perdamaian atas dasar persetujuan kedua belah pihak.
Sedangkan secara litigasi tahap pertama dilakukan penyidikan di kepolisian,
penuntutan di kejaksaan, dan sampai putusan di pengadilan.
Pola
penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia
Bentuk penyelesaian kasus atau sengketa secara umum
dapat di bagi menjadi dua cara, yaitu:
1. Litigasi
2. Non litigasi
Penyelesaian hukum secara litigasi adalah penyelesaian
hukum melalui jalur pengadilan baik itu pengadilan negeri, pengadilan agama,
pengadilan tata usaha Negara, dan pengadilan militer tergantung perkara apa
yang diaujukan ole pihak yang bersengketa. Dalam bukunya Agnes M.toar yang
berjudul seri dasar-dasar hukum ekonomi 2 arbitrase di Indonesia menyebutkan
bahwa litigasi merupakan suatu proses gugatan suatu konflik yang
diriutalisasikanyang menggantikan konflik sesungguhnya, yaitu para pihak dengan
memberikan kepada seorang pengambil keputusan dua pilihan yang bertentangan.
Aturannya sudah dimuat dalam aturan khusus dalam undang-undang materiil dan
dalam undang-undang formil. Sedangkan non litigasi merupakan proses
penyelesaian perkara atau kasus diluar pengadilan. Penyelesaiannya bisa terjadi
melalui cara mediasi, konsiliasi dan bisa juga terjadi dengan kesepakatan
bersama untuk mengakhiri persengketaan antar kedua belah pihak.
Sifat penyelesaian sengketa litigasi dan non litigasi
1. Sifat litigasi
a. Prosesnya makan waktu lama
b. Terbuka untuk umum (kecuali
kasus khusus : misalnya pelecehan seksual, kasus anak)
c. Penerapan hukum acaranya
bersifat mengikat
2. Sifat non litigasi
a. Penyelesaian sengketa bisa lebih
cepat
b. Konfidensial (tertutup)
c. Tidak formal
d. Penyelesaiannya oleh tim yang
professional
e. Putusan final dan binding
(mengikat)
Penyelesaian
sengketa secara litigasi
Penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan
penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan. Melalui jalur ini keputusan
akan terjamin dapat memuaskan hati kedua belah pihak, karena pengadilan
bersikap adil dan objektif dalam memberi keputusan. Selain itu pengadilan dalam
memvonis seseorang bersalah dan menghukum dapat menimbulkan efek jera .
Pengadilan juga mandiri independen dalam memberikan keputusan dan tanpa
intimidasi dan paksaan dari pihak lain dalam memberikan keputusan. Penyelesaian
sengketa melalui pengadilan disebut juga dengan pelibatan pihak ketiga , pihak
ketiga inilah yang disebut dengan pengadilan.
Penyelesaian
sengketa secara non litigasi
Ciri utama dalam penyelesaian melalui jalur non
litigasi atau non adjudikasi adalah kesepakatan pihak-pihak yang berperkara.
Apabila kedua belah pihak sudah sepakat maka perkara tersebut selesai.
Cara penyelesaian sengketa alternatif menurut UU No.30
tahun 1999 adalah :
1. Arbitrase
Arbitrase merupakan bentuk lain
dari ajudikasi, yakni ajudikasi privat. Para pihak, baik yang mengantisipasi
sengketa yang mungkin terjadi maupun yang sedang mengalami sengketa yang tidak
mampu diselesaikan melalui musyawarah, sepakat untuk menyerahkan sengjetanya
kepada pengambil keputusan privat dengan cara-cara yang mereka tentukan
bersama. Dengan cara ini para pihak menghindari penyelesaaian sengketa melalui
peradilan umum.
2. Negosiasi
Dalam kamus lengkap bahasa terkini
negosiasi merupakan tawar menawar melalui perundingan demi mencapai
kesepakatan. Negosiasi adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak - pihak
yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan
bertentangan. Menurut kamus Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai
suatu kesepakatan melalui diskusi formal.
3. Mediasi
Mediasi merupakan proses negosiasi
pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral
bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh
kesepakatan perjanjian dengan memuaskan. Berbeda dengan hakim atau arbiter,
mediator tidak memiliki wewenang untuk memutuskan sengketa antara para pihak,
namun dalam hal ini para pihak mengusahakan kepada mediator untuk membantu
mereka menyelesaikan persoalan diantara mereka.
4. Konsiliasi
Konsiliasi Adalah usaha
mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan
penyelesaian. Namun, undang-undang nomor 30 tahun 1999 tidak memberikan suatu
rumusan yang eksplisit atas pengertian dari konsiliasi. Akan tetapi, rumusan
itu dapat ditemukan dalam pasal 1 angka 10 dan alinea 9 penjelasan umum, yakni
konsiliasi merupakan salah satu lembaga untuk menyelesaikan sengketa.
Dalam menyelesaikan perselisihan, konsiliator memiliki
hak dan kewenangan untuk menyampaikan pendapat secara terbuka dan tidak memihak
kepada yang bersengketa. Selain itu, konsiliator tidak berhak untuk membuat
keputusan dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak sehingga keputusan
akhir merupakan proses konsiliasi yang diambil sepenuhnya oleh para pihak dalam
sengketa yang dituangkan dalam bentuk kesepakatan di anatar mereka. Konsiliasi
dalam UU No. 30 Tahun 1999 sebagai suatu bentuk alternatif penyelesaian
sengketa di luar pengadilan adalah suatu tindakan atau proses untuk mencapai
perdamaian di luar pengadilan .
5. pendapat ahli
pendapat ahli adalah pendapat
seseorang yang digunakan dalam penyelesaian sengketa. Ahli disini merupakan
ahli dibidang hukum, orang yang mampu menguasai seluk-beluk hukum .
Jenis dan
penyelesaian sengketa melalui forum internasional
Penyelesaian sengketa internasional terdapat dalam
pasal 33 piagam PBB yang merupakan sumber semua sengketa HAM. Terdapat beberapa
cara penyelesaian sengketa intenasional, yaitu sebagai berikut :
1. Negosiasi (dalam UU no 39/1999 disebut dengan
konsultasi)
2. Penyelidikan (enquiry). Hal ini dilakukan untuk
menyeldiki latar belakang timbulnya sengketa,serta
fakta-fakta)
3. Mediasi
4. Konsiliasi
5. Arbitrasi
6. Penyelesaian melalui pengadilan.
Proses beracara
dalam kasus pelanggaran HAM
Terdapat beberapa tahap dalam menyelesaikan kasus
pelanggaran HAM, antara lain sebagai berikut :
Tahap
penerimaan berkas perkara
Hal-hal yang dilayani pada tahap pemeriksaan perkara,
yaitu :
1. Menerima berkas perkara dari petugas yang berwenang
dan lengkap dengan surat tuduhan dari jaksa.
2. Mendaftarkan perkara dalam buku register perkara
3. Memberi nomor register dan mengirimkan kepada
panitera perkara
4. Menerima barang-barang bukti dan dicatat seteliti
mungkin dalam buku register barang bukti
Tahap persiapan
Beberapa hal yang dapat dilakukan pada tahap persiapan
ini, yaitu sebagai berikiut :
1.
Panitera perkara sebelum
meneruskan berkas perkara yang baru diterimanya itu kepada ketua
pengadilan
negeri, terlebih dahulu mencatatnya dalam buku register untuk perkara pidana
2.
Selambat-lambatnya pada hari kedua setelah berkas perkara pidana diterima
panitera, berkas-
berkas
perkara pidana itu sudah diterima oleh ketua pengadilan
3.
Sesudah itu ketua pengadilan negeri mencatat dalam buku register yang ada
padanya dan dipelajari agar mendapat gambaran secara garis besar duduk
perkaranya kasus
4.
Selambat-lambatnya 7 hari setelah diterimanya perkara tersebut, ketua/wakil
ketua pengadilan negeri harus sudah menunjuk mejelis hakim untuk mengadili
perkara tersebut
5.
Bersamaan penunjukan majelis hakim berkas perkara diberikan kepada majelis
hakim yang bersangkutan
6.
Sebelum menyidangkan, ketua mejelis harus menentukan arah serta rencana
pemeriksaannya setelah para hakim mempelajari berkas perkara yang bersangkutan
7.
Sebelum persidangan dimulai juru sita pengganti harus mengecek dahulu apakah
terdakwa, saksi, dan jaksa penuntut umum, sudah datang dan lengkap berada
disidang pengadilan
8.
Apabila sudah lengkap, hal ini dilaporkan kepada panitera pengganti yang
bersangkutan, kemudian melaporkannya pada ketua majelis yang akan memeriksa
perkara.
9. Setelah itu ketua majelis
memerintahkan agar persidangan dimulai.
Tabel Kasus Pelanggaran yang sudah terselesaikan
No.
|
Nama
Kasus
|
Tahun
|
Jumlah
Korban
|
Konteks
|
Penyelesaian
|
1
|
Peristiwa
Tanjung Priok
|
1984
|
74
|
Penekanan
(represi) terhadap massa yang berdemonstrasimenolak
asas tunggal
Pancasila di Jakarta
|
Pengadilan HAM
ad hoc di Jakarta, tahun 2003 – 2004.
|
2
|
Penculikan
Aktivis 1998
|
1998
|
23
|
Penculikan dan
penghilangan paksa bagi aktivis prodemokrasi oleh TNI
|
Pengadilan
militer bagi pelaku (Tim Mawar) dan Dewan Kehormatan Perwira bagi beberapa
jenderal.
|
3
|
Darurat Militer
I dan II
|
2003-2004
|
1326
|
Kegagalan
perundingan damai antara RI dan GAM direspon dengan kebijakan darurat militer
|
Sejumlah
anggota TNI dihukum, dan statusnya diturunkan
menjadi darurat
sipil.
|
KESIMPULAN
Negara kita sebagai Negara hukum sudah
menjadi tidak berlakunya bagi orang-orang papan atas karena bagi mereka yang
mengatur jalannya hukum adalah uang, Banyak kasus yang dibuat oleh para orang
papan atas yang seringkali diabaikan begitu saja, dan ketika terdapat kasus
bagi orang bawah hukum langsung bertindak penuh, Disini sudah menjadi
penyimpangan yang membedakan status kependudukan, Hukum begini lah yang sering
kali membuat warga masyarakat memberontak dan mengakibatkan banyak persoalan
dan karena kasus inilah banyak warga yang dihukum dengan penindasan diam-diam
dari penculikan atau hal lainnya yang sudah saya berikan diatas.Mungkin seharusnya
dari setiap pemimpin Negara harus bisa benar-benar menghiraukan kepentingan pribadi terlebih
dahulu karena warga masyarakat sangat membutuhkan hak mereka sebagai warga
Negara bukannya ditindas dinegaranya sendiri.
DAFTAR ISI
Kata Pengatar …………………………………………………………………………………………………. i
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………………… ii
Penjelasan Hukum
………………………………………………………………………………………………… 1
Penjelasan HAM ………………………………………………………………………………………...………. 2
Jenis pelanggaran HAM ...……………………………………………………………………………………………..... 3
Cara mengatasi pelanggaran HAM …………………………………………………………………………………........................ 4
Cara penyelesaian kasus ...…………………………………………………………………………………………....…. 5
Kesimpulan …………….……………………………………………………………………...…………… 6
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas rahmat dan hidayahnya pada Tuhan Yang
Maha Esa karena berkatnya makalah ini
bisa saya buat sedemikian sesuai dengan apa yang diminta dari Pak Idi selaku
dosen saya yang begitu bijaknya memberikan masukan-masukan untuk mengetahui
seberapa besarnya pengetahuan bagi anak muda masa kini mengenai hukum diNegara
ini yang sejak dari dulu sudah llebih dikenal Negara hukum.Untuk lebih jelas
dan lanjutnya lagi silahkan dibaca dan dicermati betapa banyak nya perbedaan
yang buat semua itu menjadi sebuah kesalahan didalam otoritas Negara kita
SELAMAT MEMBACA terimakasih.
Bekasi,24 Juni 2012
Mulatiar Kresno
|
MATA
PRAKTIKUM : PANCASILA
NAMA :
MULATIAR KRESNO
NPM :
34110858
KELAS :
2DB13
|
UNIVERSITAS GUNADARMA
2012
saya mahasiswa dari Universitas Islam Indonesia makalah yang sangat menarik ..
BalasHapusterimakasih ya infonya :)