Minggu, 24 Juni 2012

TUGAS PANCASILA ( Hukum dan HAM)


Penjelasan Hukum
Hukum  itu bagi saya adalah sekumpulan peraturan yang dibuat oleh pihak berwenang yang melarang suatu kegiatan aksi ataupun yang bukan yang sifatnya sudah menggangu ketertiban, dan dilakukan suatu usaha didalam hukum ini yaitu dikenai sanksi untuk memberikan ketraumaan agar tidak dilakukan dikemudian hari, dan hukum sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi.
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
Didalam setiap hukum mempunyai sebuah tantanan yang mengatur setiap bidangnya,Sistem hukum yang mengatur hak dan kewajiban seperti yang akan kita bahas ini adalah hukum perdata .Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
•              Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
•              Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
•              Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
•              Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
Penjelasan Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia merupakan keinginan seseorang yang mengambil kepentingannya diri sendiri dan terdapat ketentuan UU. No. 39/1999 Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hak hukum, mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak mendapat, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Hak-Hak Manusia pada umumnya lebih dikenal dengan istilah “Hak Asasi” sebagai terjemahan dari basic right (Inggris) dangrondrechten (Belanda), atau bisa juga disebut hak-hak fundamental (civil right). Istilah hak-hak asasi secara monumental lahir sejak keberhasilan Revolusi Prancis tahun 1789 dalam “Declaration des Droits de L’homme et du Citoyen” (hak-hak asasi manusia dan warga negara prancis), dengan semboyan Liberte, Egalite, fraternite.
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia dan masyarakat, yang tidak boleh diabaikan, dirampas, atau diganggu oleh siapa pun (Tap MPR Nomor XVII/MPR/1999).
Istilah HAM berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Perkembangan zaman dalam arti perubahan peradaban manusia dari masa ke masa. Pada mulanya dikenal dengan sebutan natural right (hak-hak alam), yang berpedoman kepada teori hukum alam bahwa segala sesuatu berasal dari alam
termasuk HAM. Istilah ini kemudian diganti dengan the right of man, tetapi akhirnya tidak diterima, karena tidak mewakili hak-hak wanita. Setelah PD II dan terbentuknya PBB, maka muncul istilah baru yang lebih populer sekarang yaitu human right. Secara umum hak Asasi Manusia dapat diartikan sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai Makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Agar HAM dapat ditegakan dalam berbagai kehidupan harus ada instrumen yang mengaturnya. Instrumen tersebut berisi aturan-aturan bagaimana HAM itu ditegakkan dan mengikat seluruh warga negara. Sebagai negara yang menjunjung tinggi HAM Indonesia telah memiliki setidak-tidaknya empat instrumen HAM, yakni:
1.            UUD 1945
2.            Tap MPR Nomor XVII/MPR/1998
3.            Piagam HAM Indonesia Tahun 1998
4.            UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
JENIS PELANGGARAN HAM

HAM merupakan hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap umat manusia sejak lahir di dunia. Semua umat manusia terlahir dengan hak yang sama. Maka dari itu, berikut merupakan beberapa Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia.

Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia :
Kasus Yang Sudah di Ajukan ke Sidang Pengadilan :

1. Peristiwa Tanjung Priok
Pelanggaran terjadi pada tahun 1984 dan memakan 74 korban. Peristiwa ini terjadi akibar serangan terhadap massa yang berunjuk rasa.

2. Penculikan Aktifis 1998
Kasus yang terjadi pada tahun 1984-1998 ini mengakibarkan 23 korban dan terjadinya peristiwa penghilangan secara paksa oleh Militer terhadap para aktifis Pro-Demokrasi

3. Kasus 27 Juli
Terjadi pada tahun 1996 dan memakan 1.678 korba. Peristiwa ini terjadi akibat Penyerbuan kantor PDI.

4. Penembakan Mahasiswa Trisakti
Kasus yang terjadi pada tahun 1998 ini mengakibatkan 31 korban. Peristiwa yang terjadi akibat Penembakan aparat terhadap mahasiswa yang sedang berunjuk rasa.

5. Kerusuhan Timor-Timur Pasca Jajak Pendapat
Peristiwa yang terjadi tahun 1999 ini terjadi akibat Agresi Militer dan memakan 97 Korban.

6. Peristiwa Abepura, Papua
Peristiwa ini memakan 63 korban dan terjadi pada tahun 2000 dan terjadi akibat penyisiran membabi buta terhadap pelaku yang diduga menyerang Mapolsek Abepura.

Kasus Yang Belum di Proses Secara Hukum :

1. Pembantaian Massal 1965
Peristiwa yang terjadi pada tahun 1965-1970 ini memakan 1,5 jt korban. Peristiwa yang terjadi akibat korban sebagian besar adalah anggota PKI atau ormas yang berafiliasidengan PKI, sebagian besar dilakukan di luar proses hukum yang sah.

2. Kasus-kasus di Papua
Pada tahun 1966 memakan Ribuan korban jiwa. Peristiwa yang terjadi ini akibat Operasi instensif yang dilakukan TNI untuk menghadapi OPM. Sebagian lagi berkaitan dengan masalah penguasaan sumber daya alam antaraperusahaan tambang internasional, aparat pemerintah menghadapi penduduk lokal.

3. Kasus Timor-Timur Pasca Referendum
Peristiwa yang terjadi pada tahun 1974-1999 memakan Ratusan Ribu korban jiwa. Peristiwa yang dimulai dari agresi militer TNI (Operasi Seroja) terhadappemerintahan Fretelin yang sah di Timor-Timur. Sejak saat itu Timor-Timur selalu menjadi daerah operasi militer rutin yangrawan terhadap tindak kekerasan aparat RI.

4. Kasus-kasus di Aceh pra DOM
Terjadi pada tahun 1976-1989 memakan banyak Ribuan korban. Peristiwa yang terjadi semenjak dideklarasikannya GAM Hasan Di Tiro, Aceh selalumenjadi daerah operasi militer dengan intensitas kekrasan yang tinggi.

5. Penembakan Misterius (Petrus)
Terjadi pada tahun 1982-19851. Memakan 678 Korban. Peristiwa ini terjadi akibat sebagian besar tokoh criminal, residivis, atau mantancriminal. Operasi ini bersifat illegal dan dilakukan tanpa identitasinstitusi yang jelas

6. Kasus Marsinah
Terjadi pada tahun 1995 hanya memakan 1 korban jiwa saja. Pelaku utamanya tidak tersentuh, sementara orang lain dijadikan kambing hitam. Bukti keterlibatan militer dibidang perburuhan

7. Kasus dukun santet di Banyuwangi
Terjadi pada tahun 1998. Memakan Puluhan korban. Peristiwa yang terjadi karena adanya pembantaian terhadap tokoh masyarakat yang dianggap dan ditusuh dukun santet

8. Kasus Bulukumba
Peristiwa yang terjadi pada tahun 2003 memakan 2 tewas dan puluhan luka-luka. Insiden ini terjadi karena keinginan PT. London Sumatera untuk melakukan perluasan area perkebunan mereka, namun masyarakat menolak upaya tersebut.

Cara mengatasi Pelanggaran HAM
Cara mengatasi mengatasi pelanggaran yang terjadi didalam hak asasi ini adalah dengan kelembagaan Pengadilan HAM yang diatur dalam UU Nomor 26 tahun 2000. Pengadilan itu khusus diperuntukkan bagi pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Ada dua jenis pelanggaran HAM berat menurut undang-undang tersebut, yaitu genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
1.       Genosoida
Genosida adalah kejahatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, kelompok ras, kelompok etnis, dan kelompok agama, dengan cara:
•              Membunuh anggota kelompok
•              Menciptakan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota kelompok
•              Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik, baik sebagian maupun seluruhnya
•              Memaksa tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran didalam kelompok, atau
•              Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

2.       Kejahatan terhadap Manusia
Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah perbuatan yang dilakukansebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistemik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
•              Perbudakan
•              Pemusnahan
•              Pembunuhan
•              Penyiksaan,dll.
Pengadilan HAM berkedudukan di setiap daerah kabupaten/kota. Pengadilan HAM berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran HAM berat. Proses penyelidikan kasus dilakukan oleh KOMNAS HAM, sedangkan penyidikan perkara dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Pengadilan HAM dipimpin oleh hakim ad hoc, yaitu hakim yang diangkat dari luar hakim karier yang memenuhi persyaratan yang diatur undang-undang.

PENYELESAIAN KASUS

Persoalan pelanggaran HAM merukan persoalan yang sering terjadi kapan saja dan dimana saja. Setiap hari, minggu, dan setiap bulan persoalan pelanggaran HAM terjadi dalam berbagai bentuk dan di berbagai tempat yang menuntut partisipasi pemerintah untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Dalam hal ini yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah adalah polisi dibidang penyidikan, jaksa dibidang penuntutan, dan hakim dalam hal memberi keputusan. Ketiga penegak hukum tersebut disebut juga catur wangsa dalam penegakan hukum di Indonesia.
Pelanggaran HAM yang terjadi setiap hari dikalangan masyarakat bisa diselesaikan dengan berbagai cara, baik dengan cara diselesaikan tanpa campur tangan pemerintah yang disebut juga dengan non litigasi, maupun dengan cara melibatkan pemerintah atau yang disebut juga dengan litigasi. Secara non litigasi bisa terjadi dengan cara rekonsiliasi, negosiasi, musyawarah dan perdamaian atas dasar persetujuan kedua belah pihak. Sedangkan secara litigasi tahap pertama dilakukan penyidikan di kepolisian, penuntutan di kejaksaan, dan sampai putusan di pengadilan.

Pola penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia
Bentuk penyelesaian kasus atau sengketa secara umum dapat di bagi menjadi dua cara, yaitu:
1. Litigasi
2. Non litigasi

Penyelesaian hukum secara litigasi adalah penyelesaian hukum melalui jalur pengadilan baik itu pengadilan negeri, pengadilan agama, pengadilan tata usaha Negara, dan pengadilan militer tergantung perkara apa yang diaujukan ole pihak yang bersengketa. Dalam bukunya Agnes M.toar yang berjudul seri dasar-dasar hukum ekonomi 2 arbitrase di Indonesia menyebutkan bahwa litigasi merupakan suatu proses gugatan suatu konflik yang diriutalisasikanyang menggantikan konflik sesungguhnya, yaitu para pihak dengan memberikan kepada seorang pengambil keputusan dua pilihan yang bertentangan. Aturannya sudah dimuat dalam aturan khusus dalam undang-undang materiil dan dalam undang-undang formil. Sedangkan non litigasi merupakan proses penyelesaian perkara atau kasus diluar pengadilan. Penyelesaiannya bisa terjadi melalui cara mediasi, konsiliasi dan bisa juga terjadi dengan kesepakatan bersama untuk mengakhiri persengketaan antar kedua belah pihak.
Sifat penyelesaian sengketa litigasi dan non litigasi
1. Sifat litigasi
a. Prosesnya makan waktu lama
b. Terbuka untuk umum (kecuali kasus khusus : misalnya pelecehan seksual, kasus anak)
c. Penerapan hukum acaranya bersifat mengikat
2. Sifat non litigasi
a. Penyelesaian sengketa bisa lebih cepat
b. Konfidensial (tertutup)
c. Tidak formal
d. Penyelesaiannya oleh tim yang professional
e. Putusan final dan binding (mengikat)



Penyelesaian sengketa secara litigasi

Penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan. Melalui jalur ini keputusan akan terjamin dapat memuaskan hati kedua belah pihak, karena pengadilan bersikap adil dan objektif dalam memberi keputusan. Selain itu pengadilan dalam memvonis seseorang bersalah dan menghukum dapat menimbulkan efek jera . Pengadilan juga mandiri independen dalam memberikan keputusan dan tanpa intimidasi dan paksaan dari pihak lain dalam memberikan keputusan. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan disebut juga dengan pelibatan pihak ketiga , pihak ketiga inilah yang disebut dengan pengadilan.

Penyelesaian sengketa secara non litigasi

Ciri utama dalam penyelesaian melalui jalur non litigasi atau non adjudikasi adalah kesepakatan pihak-pihak yang berperkara. Apabila kedua belah pihak sudah sepakat maka perkara tersebut selesai.
Cara penyelesaian sengketa alternatif menurut UU No.30 tahun 1999 adalah :
1. Arbitrase
Arbitrase merupakan bentuk lain dari ajudikasi, yakni ajudikasi privat. Para pihak, baik yang mengantisipasi sengketa yang mungkin terjadi maupun yang sedang mengalami sengketa yang tidak mampu diselesaikan melalui musyawarah, sepakat untuk menyerahkan sengjetanya kepada pengambil keputusan privat dengan cara-cara yang mereka tentukan bersama. Dengan cara ini para pihak menghindari penyelesaaian sengketa melalui peradilan umum.

2. Negosiasi
Dalam kamus lengkap bahasa terkini negosiasi merupakan tawar menawar melalui perundingan demi mencapai kesepakatan. Negosiasi adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak - pihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan. Menurut kamus Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi formal.

3. Mediasi
Mediasi merupakan proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan. Berbeda dengan hakim atau arbiter, mediator tidak memiliki wewenang untuk memutuskan sengketa antara para pihak, namun dalam hal ini para pihak mengusahakan kepada mediator untuk membantu mereka menyelesaikan persoalan diantara mereka.

4. Konsiliasi
Konsiliasi Adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan penyelesaian. Namun, undang-undang nomor 30 tahun 1999 tidak memberikan suatu rumusan yang eksplisit atas pengertian dari konsiliasi. Akan tetapi, rumusan itu dapat ditemukan dalam pasal 1 angka 10 dan alinea 9 penjelasan umum, yakni konsiliasi merupakan salah satu lembaga untuk menyelesaikan sengketa.

Dalam menyelesaikan perselisihan, konsiliator memiliki hak dan kewenangan untuk menyampaikan pendapat secara terbuka dan tidak memihak kepada yang bersengketa. Selain itu, konsiliator tidak berhak untuk membuat keputusan dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak sehingga keputusan akhir merupakan proses konsiliasi yang diambil sepenuhnya oleh para pihak dalam sengketa yang dituangkan dalam bentuk kesepakatan di anatar mereka. Konsiliasi dalam UU No. 30 Tahun 1999 sebagai suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan adalah suatu tindakan atau proses untuk mencapai perdamaian di luar pengadilan .

5. pendapat ahli
pendapat ahli adalah pendapat seseorang yang digunakan dalam penyelesaian sengketa. Ahli disini merupakan ahli dibidang hukum, orang yang mampu menguasai seluk-beluk hukum .

Jenis dan penyelesaian sengketa melalui forum internasional

Penyelesaian sengketa internasional terdapat dalam pasal 33 piagam PBB yang merupakan sumber semua sengketa HAM. Terdapat beberapa cara penyelesaian sengketa intenasional, yaitu sebagai berikut :
1. Negosiasi (dalam UU no 39/1999 disebut dengan konsultasi)
2. Penyelidikan (enquiry). Hal ini dilakukan untuk menyeldiki latar belakang timbulnya sengketa,serta
    fakta-fakta)
3. Mediasi
4. Konsiliasi
5. Arbitrasi
6. Penyelesaian melalui pengadilan.

Proses beracara dalam kasus pelanggaran HAM

Terdapat beberapa tahap dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM, antara lain sebagai berikut :
 Tahap penerimaan berkas perkara

Hal-hal yang dilayani pada tahap pemeriksaan perkara, yaitu :
1. Menerima berkas perkara dari petugas yang berwenang dan lengkap dengan surat tuduhan dari jaksa.
2. Mendaftarkan perkara dalam buku register perkara
3. Memberi nomor register dan mengirimkan kepada panitera perkara
4. Menerima barang-barang bukti dan dicatat seteliti mungkin dalam buku register barang bukti

 Tahap persiapan

Beberapa hal yang dapat dilakukan pada tahap persiapan ini, yaitu sebagai berikiut :
1.       Panitera perkara sebelum meneruskan berkas perkara yang baru diterimanya itu kepada ketua  
pengadilan negeri, terlebih dahulu mencatatnya dalam buku register untuk perkara pidana
2. Selambat-lambatnya pada hari kedua setelah berkas perkara pidana diterima panitera, berkas-  
berkas perkara pidana itu sudah diterima oleh ketua pengadilan
3. Sesudah itu ketua pengadilan negeri mencatat dalam buku register yang ada padanya dan dipelajari agar mendapat gambaran secara garis besar duduk perkaranya kasus
4. Selambat-lambatnya 7 hari setelah diterimanya perkara tersebut, ketua/wakil ketua pengadilan negeri harus sudah menunjuk mejelis hakim untuk mengadili perkara tersebut
5. Bersamaan penunjukan majelis hakim berkas perkara diberikan kepada majelis hakim yang bersangkutan
6. Sebelum menyidangkan, ketua mejelis harus menentukan arah serta rencana pemeriksaannya setelah para hakim mempelajari berkas perkara yang bersangkutan
7. Sebelum persidangan dimulai juru sita pengganti harus mengecek dahulu apakah terdakwa, saksi, dan jaksa penuntut umum, sudah datang dan lengkap berada disidang pengadilan
8. Apabila sudah lengkap, hal ini dilaporkan kepada panitera pengganti yang bersangkutan, kemudian melaporkannya pada ketua majelis yang akan memeriksa perkara.
9. Setelah itu ketua majelis memerintahkan agar persidangan dimulai.




Tabel Kasus Pelanggaran yang sudah terselesaikan
No.
Nama
Kasus
Tahun
Jumlah
Korban
Konteks
Penyelesaian
1
Peristiwa Tanjung Priok
1984
74
Penekanan (represi) terhadap massa yang berdemonstrasimenolak
asas tunggal Pancasila di Jakarta
Pengadilan HAM ad hoc di Jakarta, tahun 2003 – 2004.
2
Penculikan Aktivis 1998
1998
23
Penculikan dan penghilangan paksa bagi aktivis prodemokrasi oleh TNI
Pengadilan militer bagi pelaku (Tim Mawar) dan Dewan Kehormatan Perwira bagi beberapa jenderal.
3
Darurat Militer I dan II
2003-2004
1326
Kegagalan perundingan damai antara RI dan GAM direspon dengan kebijakan darurat militer
Sejumlah anggota TNI dihukum, dan statusnya diturunkan
menjadi darurat sipil.

















            
KESIMPULAN
Negara kita sebagai Negara hukum sudah menjadi tidak berlakunya bagi orang-orang papan atas karena bagi mereka yang mengatur jalannya hukum adalah uang, Banyak kasus yang dibuat oleh para orang papan atas yang seringkali diabaikan begitu saja, dan ketika terdapat kasus bagi orang bawah hukum langsung bertindak penuh, Disini sudah menjadi penyimpangan yang membedakan status kependudukan, Hukum begini lah yang sering kali membuat warga masyarakat memberontak dan mengakibatkan banyak persoalan dan karena kasus inilah banyak warga yang dihukum dengan penindasan diam-diam dari penculikan atau hal lainnya yang sudah saya berikan diatas.Mungkin seharusnya dari setiap pemimpin Negara harus bisa benar-benar  menghiraukan kepentingan pribadi terlebih dahulu karena warga masyarakat sangat membutuhkan hak mereka sebagai warga Negara bukannya ditindas dinegaranya sendiri.

















DAFTAR ISI



Kata Pengatar                    ………………………………………………………………………………………………….      i
Daftar Isi                              …………………………………………………………………………………………………       ii
Penjelasan Hukum          …………………………………………………………………………………………………      1
Penjelasan HAM              ………………………………………………………………………………………...……….      2
Jenis pelanggaran HAM                                ...…………………………………………………………………………………………….....      3
Cara mengatasi pelanggaran HAM           …………………………………………………………………………………........................      4
Cara penyelesaian kasus              ...…………………………………………………………………………………………....….      5
Kesimpulan                        …………….……………………………………………………………………...……………      6






























KATA PENGANTAR



Puji syukur atas rahmat dan hidayahnya pada Tuhan Yang Maha Esa karena  berkatnya makalah ini bisa saya buat sedemikian sesuai dengan apa yang diminta dari Pak Idi selaku dosen saya yang begitu bijaknya memberikan masukan-masukan untuk mengetahui seberapa besarnya pengetahuan bagi anak muda masa kini mengenai hukum diNegara ini yang sejak dari dulu sudah llebih dikenal Negara hukum.Untuk lebih jelas dan lanjutnya lagi silahkan dibaca dan dicermati betapa banyak nya perbedaan yang buat semua itu menjadi sebuah kesalahan didalam otoritas Negara kita SELAMAT MEMBACA terimakasih.














     Bekasi,24 Juni 2012






         Mulatiar Kresno




 
                     LAPORAN MAKALAH


MATA PRAKTIKUM           :  PANCASILA 

NAMA                                   :  MULATIAR KRESNO

NPM                                       :  34110858

KELAS                                   :  2DB13





 

UNIVERSITAS GUNADARMA
2012

1 komentar: