Selasa, 03 Juni 2014

Ilmu Budaya Dasar ke 4

Ini adalah pembelajaran akhir dalam Ilmu Budaya Dasar yang sudah pernah saya rangkum dalam penulisan saya pada blog ini, pembahasan akhir ini meliputi mengenai Manusia dan Kegelisahannya dan juga Manusia dan Harapan berikut pembahasannya.

I.  Manusia dan Kegelisahan
A. Pengertian Kegelisahan

     1. Definsi Kegelisahan
Kegelisahan berasal dari kata gelisah, yang berarti tidak tenteram hatinya, selalu merasa khawatir, tidak tenang, tidak sabar, cemas. Sehingga kegelisahan merupakan hal yang menggambarkan seseorang tidak tenteram hati maupun perbuatannya, merasa khawatir, tidak tenang dalam tingkah lakunya, tidak sabar ataupun dalam kecemasan.

    2. Macam-macam Kegelisahan
 Banyak yang menilai kegelisahan ada macam-macam diantaranya adalah kegelisahan negatif dan positif yang di artikan sebagai berikut :
1.  Kegelisahan Negatif  :  kegelisahan yang berlebih-lebihan, atau yang melewati batas, yaitu kegelisahan yang berhenti pada titik merasakan kelemahan, di mana orang yang mengalaminya sama sekali tidak bisa melakukan perubahan positif atau langkah-langkah konkret untuk berubah atau mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu kegelisahan dalam ‘menanti-nanti’ sesuatu yang tidak jelas atau tidak ada. Tentu saja hal ini merupakan ancaman bagi eksistensi manusia sebagai kesatuan yang integral.

2. Kegelisahan Positif  :  Dasar kehidupan atau sebagai kesadaran yang dapat menjadi spirit dalam memecahkan banyak permasalahan, atau sebagai tanda peringatan, kehati-hatian dan kewaspadaan terhadap bahaya-bahaya atau hal-hal yang datang secara tiba-tiba dan tak terduga. Ia juga merupakan kekuatan dalam menghadapi kondisi-kondisi baru dan dapat membantu dalam beradaptasi. Singkatnya, ia merupakan faktor penting yang dibutuhkan manusia. Sedangkan “kegelisahan negatif” jelas sangat membahayakan, seperti gula pada darah; ketika ketinggian kadarnya membahayakan kesehatan manusia.


B. Sebab-sebab orang gelisah

Kegelisahan merupakan salah satu ekspresi kecemasan. Karena itu dalam pengertian sehari-hari kegelisahan juga diartikan kecemasan, kekwatiran ataupun ketakutan. Masalah kecemasan atau kegelisahan berkaitan juga dengan masalah frustasi, yang secara definisi dapat disebutkan, bahwa seseorang mengalami frustasi karena pa yang diinginkan tidak tercapai. Sigmund Freud ahli psikoanalisa berpendapat, bahwa ada tiga macam kecemasan yang menimpa manusia yaitu kecemasan kenyataan (obyektif), kecemasan neorotik dan kecemasan moril.

Kecemasan obyektif adalah suatu pengalaman perasaan sebagai akibat pengamatan atau suatu bahaya dalam dunia luar. Bahaya adalah sikap keadaan dalam lingkungan seseorang yang mengancam utnuk mencelakakannya. Pengalaman bahaya dan timbulnya kecemasan mungkin dari sifat pembawaan, dalam arti kata, bahwa seseorang mewarisi kecenderungan untuk menjadia takut kalau ia berada dekat dengan benda-benda tertentu dalam keadaan tertentu dari lingkungan..

Kecemasan neorotis timbul karena pengamatan tentang bahaya dari naluriah Menurut Sigmund Freud kecemasan ini dibagi tiga macam yakni; kecemasan yang timbul karena penyesuaian diri dengan lingkungan, bentuk ketakutan yang irasional (phobia) dan rasa takut lain karena gugup, gagap dan sebaganya.

Kecemasan moril disebabkan karena pribadi seseorang. Tiap pribadi memiliki bermacam=macam emosi atnra lain: isri, dengki, marah, gelisah, cinta, rasa kurang. Semua itu merupakan sebagian dari pernyataan individu secara keseluruhan berdasarkan konsep yang kurang sehat. Sikap seperti itu sering membuat orang merasa khwatir, cemas, takut gelisah dan putus asa.

C. Usaha – usaha mengatasi kegelisahan
Bila dikaji sebab-sebab orang gelisah adalah karena hakekatnya orang takut kehilangan hak-haknya. Hal itu adalah akibat dari suatu ancaman, baik ancaman dari dalam maupun dari luar. Mengatasi kegelisahan ini pertama-tama dimulai dari diri kita sendiri, yaitu kita harus bersikap tenang. Dengan sikap tenang kita dapat berpikir tenang, sehingga segala kesulitan dapat kita atasi.


D. Keterasingan
    1. Definisi Keterasingan
Keterasingan berasal dari kata terasing, dan kata itu adalah dari kata dasar asing. Kata asing berarti sendiri, tidak dikenal, sehingga kata terasing berarti, tersisihkan dari pergaulan, terpisahkan dari yang lain, atau terpencil. Jadi kata terasing berarti hal-hal yang berkenaan dengan tersisihkan dari pegaulan, terpencil atau terpisah dari yang lain. Keterasingan adalah bagian hidup manusia. Sebentar atau lama, orang pernah mengalami hidup dalam keterasingan sudah tentu dengan sebab dan kadar yang berbeda satu sama lain.

   2. Usaha mengatasi Keterasingan
Yang menyebabkan orang berada dalam keterasingan ialah perilakunya yang tidak dapat diterima atau tidak dapat dibenarkan oleh masyarakat, atau kekurangan yang aa pada diri seseorang, sehingga ia tida dapat atau sulit menyesuaikan diri dalam masyarakat.

E. Kesepian
    1. Definisi Kesepian
Kesepian berasal dari kata sepi yang berarti sunyi atau lengang, sehingga kata kesepian berarti merasa sunyi atau lengang, tidak berteman. Setiap orang pernah mengalami kesepian, karena kesepian bagian hidup manusia.
   2. Penyebab terjadinya Kesepian
Lama rasa sepi itu bergantung pada mental orang dan kasus penyebabnya. Bermacam sebab terjadinya kesepian, frustasi dapat mengakibatkan kesepian. Jadi kesepian itu akibat dari keterasingan. Keterasingan akibat sikap sombong, angkuh, kaku, keras kepala, sehingga dijauhi teman-teman sepergaulannya.

F. Ketidakpastian
    1. Definisi Ketidakpastian
Ketidak pastian berasal dari kata tidak pasti artinya tidak menentu, tidak dapat ditentukan, tidak tahu, tanpa arah yang jelas, tanpa asal-usul yang jelas. Ketidak pastian artinya keadaan yang pasti, tidak tentu, tidak dapat ditentukan, tidak tahu, keadaan tanpa arah yang jelas, keadaan tanpa asal-usul yang jelas itu semua adalah akibat pikirannya tidak konsentrasi. Ketidak konsentrasian disebabkan oleh berbagai sebab, yang jelas pikirannya kacau.

   2. Penyebab dan Usaha mengatasi Ketidakpastian
Beberapa sebab orang tak dapat berpikir dengan tidak pasti ialah :
-) obsesi
-) phobia
-) kompulasi
-) hysteria
-) delusi
-) halusinasi
-) keadaan emosi

Untuk dapat menyembuhkan keadaan itu bergantung pada mental si penderita. Andaikata penyebabnya sudah diketahui, kemungkinan juga tidak dapat sembuh. Bila hal itu terjadi, maka jalan yang paling baik bagi penderita diajak pergi sendiri ke psikolog.

II. Manusia dan Harapan
 A. Harapan
     1. Definisi Harapan
Harapan berasal dari kata harap yang berarti keinginan supaya sesuatu terjadi, sehingga harapan dapat diartikan sesuatu yang diinginkan dapat terjadi. Yang dapat disimpulkan harapan itu menyangkut permasalahan masa depan.
   2. Persamaan Cita-cita dan Harapan
Setiap manusia mempunyai harapan, Manusia yang tanpa harapan, berarti manusia itu mati dalam hidup. Orang yang akan meninggal sekalipun mempunyai harapan, biasanya berupa pesan – pesan kepada ahli warisnya. Harapan tersebut tergantung pada pengetahuan, pengalaman, lingkungan hidup dan kemampuan masing – masing. Misalnya, Budi hanya mampu membeli sepeda, biasanya tidak mempunyai harapan untuk membeli mobil. Seorang yang mempunyai harapan yang berlebihan terkadang akan berakibat menjadi tertawaan orang banyak seperti pribahasa “Si pungguk merindukan bulan”, walaupun tidak ada yang tidak mungkin didunia ini bila Tuhan berkehandak. Harapan harus berdasarkan kepercayaan, baik kepercayaan pada diri sendiri, maupun kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agar harapan dapat terwujud, maka diperlukan usaha dengan sungguh – sungguh, berdoa dan pada akhirnya bertawakal agar harapan itu dapat terwujud.
  
B.Penyebab manusia mempunyai Harapan
Menurut kodratnya manusia itu adalah mahluk sosial. Setiap lahir ke dunia langsung disambut dalam suatu interaksi hidup, yakni ditengah suatu keluarga atau sebagai anggota masyarakat. Tidak ada satu manusiapun yang luput dari interaksi hidup. Ditengah – tengah yang lainnya, seseorang dapat hidup dan berkembang baik fisik / jasmani maupun mental / spiritualnya. Ada dua hal yang mendorong orang hidup berinteraksi dengan manusia lain, yakni dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup.
Dorongan kodrat, ialah sifat, keadaan atau pembawaan alamiah yang sudah terjelma dalam diri manusia sejak manusia itu diciptakan oleh Tuhan. Misalnya menangis, bergembira, berpikir, berjalan, berkata, mempunyai keturunan dan sebagainya. Setiap manusia mempunyai kemampuan untuk itu semua.
Dorongan kebutuhan hidup, sudah kodratnya bahwa manusia mempunyai bermacam – macam kebutuhan hidup. Kebutuhan hidup itu pada garis besarnya dapat dibedakan atas kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani.
Menurut Abraham Maslow sesuai dengan kodratnya harapan manusia atau kebutuhan manuis itu ialah :
a) Kelangsungan hidup (survival)
b) Keamanan (safety)
c) Hak dan kewajiban mencintai dan dicintai (be loving and love)
d) Diakui linkungan (status) e) Perwujudan cita – cita (self actualization)

C. Doa
     1. Pengertian Doa
Doa adalah permohonan kepada Allah yang disertai kerendahan hati untuk mendapatkan suatu kebaikan dan perlindungan di sisi-Nya
     2. Macam-macam Doa
Doa merupakan suatu kewajiban yang sangat dibutuhkan pada setiap Manusia dimana merupakan wujud syukur akan segala yang dilimpahkanNya pada setiap Manusia. Jadi untuk macam-macam jenis Doa tergantung dari aktivitas yang dikerjakan untuk memperoleh suatu berkah dan berkat dalam usaha yang dilakukan.
   3. Contoh Doa
Ya... Allah ku, puji syukur kupanjatkan kehadiratMu, Allah yang mengatasi segala masalah, cobaan dan godaan. Engkau menciptakan langit dan bumi penuh dengan indah, Segarkan lah tubuhku dipagi yang cerah ini, agarku mampu menjalankan aktifitas ku dipagi ini dalam naunganMu. Bimbinglah dan berkatilah setiap langkahku agar berjalan dengan baik dan lancar amin.
  
F. Kepercayaan
     1. Pengertian Kepercayaan
Kepercayaan berasal dari kata percaya, artinya mengakui atau meyakini akan kebenaran. Kepercayaan adalah hal – hal yang berhubungan dengan pengakuan atau keyakinan akan kebenaran. Ada beberapa kalimat yang dapat kita perhatikan :
Ia tidak percaya pada diri sendiri.
Saya tidak percaya ia berbuat seperti itu, berita itu kurang dapat dipercaya.
Bagaimana juga kita harus percaya kepada pemerintah.
Kita harus percaya akan nasehat – nasehat yang berasal dari Al-qur’an.
Dengan contoh berbagai kalimat diatas maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa dasar kepercayaan itu adalah kebenaran.

     2. Teori Kebenaran
Teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang paling awal, sehingga dapat digolongkan ke dalam teori kebenaran tradisional karena Aristoteles sejak awal (sebelum abad Modern) mensyaratkan kebenaran pengetahuan harus sesuai dengan kenyataan yang diketahuinya.
Dua kesukaran utama yang didapatkan dari teori korespondensi adalah: Pertama, teori korespondensi memberikan gambaran yang menyesatkan dan yang terlalu sederhana mengenai bagaimana kita menentukan suatu kebenaran atau kekeliruan dari suatu pernyataan. Bahkan seseorang dapat menolak pernyataan sebagai sesuatu yang benar didasarkan dari suatu latar belakang kepercayaannya masing-masing. Kedua, teori korespondensi bekerja dengan idea, “bahwa dalam mengukur suatu kebenaran kita harus melihat setiap pernyataan satu-per-satu, apakah pernyataan tersebut berhubungan dengan realitasnya atau tidak.” Lalu bagaimana jika kita tidak mengetahui realitasnya? Bagaimanapun hal itu sulit untuk dilakukan. Ketiga, Kelemahan teori kebenaran korespondensi ialah munculnya kekhilafan karena kurang cermatnya penginderaan, atau indera tidak normal lagi. Di samping itu teori kebenaran korespondensi tidak berlaku pada objek/bidang nonempiris atau objek yang tidak dapat diinderai. Kebenaran dalam ilmu adalah kebenaran yang sifatnya objektif, ia harus didukung oleh fakta-fakta yang berupa kenyataan dalam pembentukan objektivanya. Kebenaran yang benar-benar lepas dari kenyataan subjek.

Teori Koherensi (Coherence Theory of Truth)
Teori kebenaran koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren atau konsistensi. Suatu pernyataan disebut benar bila sesuai dengan jaringan komprehensif dari pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara logis. Pernyataan-pernyataan ini mengikuti atau membawa kepada pernyataan yang lain. Seperti sebuah percepatan terdiri dari konsep-konsep yang saling berhubungan dari massa, gaya dan kecepatan dalam fisika. Teori Koherensi/Konsistensi (The Consistence/Coherence Theory of Truth) memandang bahwa kebenaran ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui sebagai benar. Suatu proposisi benar jika proposisi itu berhubungan (koheren) dengan proposisi-proposisi lain yang benar atau pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Dengan demikian suatu putusan dianggap benar apabila mendapat penyaksian (pembenaran) oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah diketahui,diterima dan diakui benarnya. Karena sifatnya demikian, teori ini mengenal tingkat-tingkat kebenaran. Disini derajar koherensi merupakan ukuran bagi derajat kebenaran. Contoh: “Semua manusia akan mati. Si Fulan adalah seorang manusia. Si Fulan pasti akan mati.” “Sukarno adalah ayahanda Megawati. Sukarno mempunyai puteri. Megawati adalah puteri Sukarno”.
Seorang sarjana Barat A.C Ewing (1951:62) menulis tentang teori koherensi, ia mengatakan bahwa koherensi yang sempurna merupakan suatu idel yang tak dapat dicapai, akan tetapi pendapat-pendapat dapat dipertimbangkan menurut jaraknya dari ideal tersebut. Sebagaimana pendekatan dalam aritmatik, dimana pernyataan-pernyataan terjalin sangat teratur sehingga tiap pernyataan timbul dengan sendirinya dari pernyataan tanpa berkontradiksi dengan pernyataan-pernyataan lainnya. Jika kita menganggap bahwa 2+2=5, maka tanpa melakukan kesalahan lebih lanjut, dapat ditarik kesimpulan yang menyalahi tiap kebenaran aritmatik tentang angka apa saja.
Teori koherensi, pada kenyataannya kurang diterima secara luas dibandingkan teori korespondensi. Teori ini punya banyak kelemahan dan mulai ditinggalkan. Misalnya, astrologi mempunyai sistem yang sangat koheren, tetapi kita tidak menganggap astrologi benar. Kebenaran tidak hanya terbentuk oleh hubungan antara fakta atau realitas saja, tetapi juga hubungan antara pernyataan-pernyataan itu sendiri. Dengan kata lain, suatu pernyataan adalah benar apabila konsisten dengan pernyataan-pernyataan yang terlebih dahulu kita terima dan kita ketahui kebenarannya.
Matematika adalah bentuk pengetahuan yang penyusunannya dilakukan pembuktian berdasarkan teori koheren. Sistem matematika disusun diatas beberapa dasar pernyataan yang dianggap benar (aksioma). Dengan mempergunakan beberapa aksioma, maka disusun suatu teorema. Dan diatas teorema-lah, maka dikembangkan kaidah-kaidah matematika yang secara keseluruhan merupakan suatu sistem yang konsisten.
Salah satu dasar teori ini adalah hubungan logis dari suatu proposisi dengan proposisi sebelumnya. Proposisi atau pernyataan adalah apa yang dinyatakan, diungkapkan dan dikemukakan atau menunjuk pada rumusan verbal berupa rangkaian kata-kata yang digunakan untuk mengemukakan apa yang hendak dikemukakan. Proposisi menunjukkan pendirian atau pendapat tentang hubungan antara dua hal dan merupakan gabungan antara faktor kuantitas dan kualitas. Contohnya tentang hakikat manusia, baru dikatakan utuh jika dilihat hubungan antara kepribadian, sifat, karakter, pemahaman dan pengaruh lingkungan. Psikologi strukturalisme berusaha mencari strukturasi sifat-sifat manusia dan hubungan-hubungan yang tersembunyi dalam kepribadiannya.
Dua masalah yang didapatkan dari teori koherensi adalah: (1) Pernyataan yang tidak koheren (melekat satu sama lain) secara otomatis tidak tergolong kepada suatu kebenaran, namun pernyataan yang koheren juga tidak otomatis tergolong kepada suatu kebenaran. Misalnya saja diantara pernyataan “anakku mengacak-acak pekerjaanku” dan “anjingku mengacak-acak pekerjaanku” adalah sesuatu yang sulit untuk diputuskan mana yang merupakan kebenaran, jika hanya dipertimbangkan dari teori koherensi saja. Misalnya lagi, seseorang yang berkata, “ Sundel Bolong telah mengacak-acak pekerjaan saya!”, akan dianggap salah oleh saya karena tidak konsisten dengan kepercayaan saya. (2) sama halnya dalam mengecek apakah setiap pernyataan berhubungan dengan realitasnya, kita juga tidak akan mampu mengecek apakah ada koherensi diantara semua pernyataan yang benar.
Teori Pragmatik (The Pragmatic Theory of Truth)
Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Teori Pragmatis (The Pragmatic Theory of Truth) memandang bahwa “kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis”; dengan kata lain, “suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia”.
Pragmatisme menantang segala otoritanianisme, intelektualisme dan rasionalisme. Bagi mereka ujian kebenaran adalah manfaat (utility), kemungkinan dikerjakan (workability) atau akibat yang memuaskan (Titus, 1987:241), Sehingga dapat dikatakan bahwa pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Pegangan pragmatis adalah logika pengamatan dimana kebenaran itu membawa manfaat bagi hidup praktis dalam kehidupan manusia. Kata kunci teori ini adalah: kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability), akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequencies). Teori ini pada dasarnya mengatakan bahwa suatu proposisi benar dilihat dari realisasi proposisi itu. Jadi, benar-tidaknya tergantung pada konsekuensi, kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis, sepanjang proposisi itu berlaku atau memuaskan.
Menurut teori pragmatis, “kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia” . Dalam pendidikan, misalnya di UIN, prinsip kepraktisan (practicality) telah mempengaruhi jumlah mahasiswa pada masing-masing Fakultas. Tarbiyah lebih disukai, karena pasar kerjanya lebih luas daripada fakultas lainnya. Mengenai kebenaran tentang “Adanya Tuhan” atau menjawab pertanyaan “Does God exist ?”, para penganut paham pragmatis tidak mempersoalkan apakah Tuhan memang ada baik dalam ralitas atau idea (whether really or ideally). Yang menjadi perhatian mereka adalah makna praktis atau dalam ungkapan William James “ ….they have a definite meaning for our ptactice. We can act as if there were a God”. Dalam hal ini, menurut penganut pragmatis, kepercayaan atau keyakinan yang membawa pada hasil yang terbaik; yang menjadi justifikasi dari segala tindakan kita; dan yang meningkatkan suatu kesuksesan adalah kebenaran. Teori pragmatis meninggalkan semua fakta, realitas maupun putusan/hukum yang telah ada. Satu-satunya yang dijadikan acuan bagi kaum pragmatis ini untuk menyebut sesuatu sebagai kebenaran ialah jika sesuatu itu bermanfaat atau memuaskan.
Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) dan yang diartikan salah adalah yang tidak berguna (useless). Karena istilah “berguna” atau “fungsional” itu sendiri masih samar-samar, teori ini tidak mengakui adanya kebenaran yang tetap atau mutlak. Pragmatisme memang benar untuk menegaskan karakter praktis dari kebenaran, pengetahuan, dan kapasitas kognitif manusia. Tapi bukan berarti teori ini merupakan teori yang terbaik dari keseluruhan teori. Kriteria pragmatisme juga diergunakan oleh ilmuan dalam menentukan kebenaran ilmiah dalam prespektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat pragmatis selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian, disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan, demikian seterusnya.
Teori Struktural Paradigmatik
Suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung paradigma tersebut.
Banyak sejarawan dan filosof sains masa kini menekankan bahwa serangkaian fenomena atau realitas yang dipilih untuk dipelajari oleh kelompok ilmiah tertentu ditentukan oleh pandangan tertentu tentang realitas yang telah diterima secara apriori oleh kelompok tersebut. Pandangan apriori ini disebut paradigma oeh Kuhn dan world view oleh Sardar. Paradigma ialah apa yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota suatu masyarakat sains atau dengan kata lain masyarakat sains adalah orang-orang yang memiliki suatu paradigma bersama.
Masyarakat sains bisa mencapai konsensus yang kokoh karena adanya paradigma. Sebagai konstelasi komitmen kelompok, paradigma merupakan nilai-nilai bersama yang bisa menjadi determinan penting dari perilaku kelompok meskipun tidak semua anggota kelompok menerapkannya dengan cara yang sama. Paradigma juga menunjukkan keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-nilai bersama yang bisa melayani fungsi-fungsi esensial ilmu pengetahuan. Paradigma berfungsi sebagai keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis.
Pengujian suatu paradigma terjadi setelah adanya kegagalan berlarut-larut dalam memecahkan masalah yang menimbulkan krisis. Pengujian ini adalah bagian dari kompetisi di antara dua paradigma yang bersaingan dalam memperebutkan kesetiaan masyarakat sains. Falsifikasi terhadap suatu paradigma akan menyebabkan suatu teori yang telah mapan ditolak karena hasilnya negatif. Teori baru yang memenangkan kompetisi akan mengalami verifikasi. Proses verifikasi-falsifikasi memiliki kebaikan yang sangat mirip dengan kebenaran dan memungkinkan adanya penjelasan tentang kesesuaian atau ketidaksesuaian antara fakta dan teori. Perubahan dari paradigma lama ke paradigma baru adalah pengalaman konversi yang tidak dapat dipaksakan. Adanya perdebatan antar paradigma bukan mengenai kemampuan relatif suatu paradigma dalam memecahkan masalah, tetapi paradigma mana yang pada masa mendatang dapat menjadi pedoman riset untuk memecahkan berbagai masalah secara tuntas. Adanya jaringan yang kuat dari para ilmuwan sebagai peneliti konseptual, teori, instrumen, dan metodologi merupakan sumber utama yang menghubungkan ilmu pengetahuan dengan pemecahan berbagai masalah.
Teori Performatik
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas tertentu. Contoh pertama mengenai penetapan 1 Syawal. Sebagian muslim di Indonesia mengikuti fatwa atau keputusan MUI atau pemerintah, sedangkan sebagian yang lain mengikuti fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu. Contoh kedua adalah pada masa rezim orde lama berkuasa, PKI mendapat tempat dan nama yang baik di masyarakat. Ketika rezim orde baru, PKI adalah partai terlarang dan semua hal yang berhubungan atau memiliki atribut PKI tidak berhak hidup di Indonesia. Contoh lainnya pada masa pertumbuhan ilmu, Copernicus (1473-1543) mengajukan teori heliosentris dan bukan sebaliknya seperti yang difatwakan gereja. Masyarakat menganggap hal yang benar adalah apa-apa yang diputuskan oleh gereja walaupun bertentangan dengan bukti-bukti empiris.
Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran performatif. Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama, pemimpin adat, pemimpin masyarakat, dan sebagainya. Kebenaran performatif dapat membawa kepada kehidupan sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang stabil dan sebagainya.
Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa berpikir kritis dan rasional. Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran dari pemegang otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada adat, kebenaran ini seakan-akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari kebenaran.


Sumber : Kompasiana.com
               http://ilmubudayadasarardhi.blogspot.com 
               Wikipedia.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar